Kudus – Di masa Pendemi Covid-19, banyak keluhan dari masyarakat tentang tagihan listrik pasca bayar cenderung naik dibanding bulan-bulan sebelumnya.
Terutamanya bagi masyarakat pengguna 900 dan 1100 VA nonsubsidi.
Berbagai asumsi beredar di masyarakat, menanggapi kenaikan tagihan listrik ini. Salah satunya dari Arif Saifudin (44) warga Kelurahan Wergu Wetan, Kecamatan Kota.
Pria yang menjabat sebagai ketua RT ini mengaku tagihan listrik di rumahnya mengalami lonjakan mulai bulan Maret 2020 lalu. Dan tagihan listriknya kian melonjak pada bulan Mei.
“Selama ini tagihan listrik perbulan kisaran Rp. 170 ribu. Bulan Maret lalu tagihan listrik saya sampai Rp. 190 ribu. Paling parah di bulan Mei, tagihannya bengkak sampai Rp. 220 ribu,” katanya.
Dirinya pun menduga, kenaikan tagihan listrik ini ada kaitannya dengan progam pemerintah yang menggeratiskan tagihan listrik pengguna 450 dan 900 VA bersubsidi. Dimana masyarakat yang mampu ikut membantu mengkover penggunaan listrik masyarakat yang tidak mampu.
“Pikir saya begitu. Tagihan lebih yang saya bayar untuk bantu penggunaan listrik mereka yang kena subsidi,” ujar Arif mengungkapkan dugaannya terkait alasan kenaikan tagihan listrik pengguna 900 dan 1100 VA non subsidi.
Menanggapi banyaknya masyarakat yang mengeluhkan hal ini, Manager PLN Unit Layanan Pelanggan (ULP) Kudus Kota, Mustopa Rizal mengatakan selama pandemi ini tarif dasar listrik (TDL) di Indonesia tidak mengalami peningkatan. Bahkan dia menegaskan, TDL terakhir mengalami peningkatan pada tahun 2017 lalu.
“TDL masih sama tidak ada perubahan. Jadi bukan TDL yang menyebabkan pembengkakan tagihan listrik masyarakat,” katanya saat ditemui media di Kantor PLN di Jl R.Agil Kusumadya Kudus, Selasa 09/06/2020.
Adanya imbuan work from home (WFH) dan peliburan sekolah, tanpa disadari membuat penggunaan listrik di rumah meningkat tajam.
“Kalau biasanya kita nonton TV beberapa jam, dengan adanya WFH anak-anak bisa hampir seharian nonton TV. Contohnya seperti itu,” katanya.
Selain itu, faktor yang menyebabkan melambungnya tagihan listrik bulan Mei ini, disebabkan adanya penambahan tagihan biaya listrik dari bulan sebelumnya.
Secara gamblang, Rizal menjelaskan pada bulan April lalu, pihaknya menyetop kegiatan pencatatan meteran dari rumah ke rumah. Langkah ini diambil sebagai upaya antisipasi penularan Covid-19 dari warga ke petugas pencatat meteran.
Adanya kebijakan ini membuat asumsi tagihan listrik masyrakat, kemudian dihitung berdasarkan rata-rata penggunaan listrik tiga bulan sebelumnya. Misalnya, masih kata Rizal, dirinya biasanya membayar tagihan listrik Rp. 100 ribu perbulan. Maka tagihan listriknya bulan April tetap sebesar Rp. 100 ribu.
Lalu di bulan Mei, kegiatan pencatatan meteran door to door kembali diaktifkan. Dari sinilah, kenaikan penggunaan listrik selama pandemi terbaca.
“Setelah dilakukan pengecekan lagi, ternyata tagihan listrik saya dibulan April sebesar Rp. 120 ribu. Kekurangan pembayaran tagihan Rp. 20 ribu dibulan April ini yang dimasukkan dalam penagihan bulan Mei,” terangnya menjelaskan kalkulasi penyebab pembengkakan tagiha listrik.
Lanjutnya, “Misal tagihan bulan Mei saya Rp. 150 ribu, lalu ditambah dengan kekurangan pembayaran bulan April Rp. 20 ribu. Maka total tagihan listrik saya di bulan Mei Rp. 170 ribu,”
Selama pandemi, Rizal mengaku beberapa kali didatangi warga yang komplain akan kenaikan tagihan listrik di rumahnya. Namun, setelah jelaskan kalkulasinya mereka akhirnya bisa memahami.
Sumber jurnalpantura.id https://jurnalpantura.id/pendemi-covid-19-tagihan-listrik-melonjak/