JEPARA – Kabupaten Jepara diketahui masuk kategori rawan sedang dalam Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2024. Data ini menjadi bekal untuk melakukan mitigasi dan pencegahan pelanggaran dalam penyelenggaraan hajatan demokrasi lima tahunan itu.
Data ini diketahui dari IKP 2024 yang diluncurkan Bawaslu RI akhir pekan lalu. Kategori rawan sedang menjadi kategori yang paling banyak di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Tercatat terdapat 349 kabupaten/kota masuk kategori rawan sedang. Sisanya adalah 85 kabupaten/kota berstatus sebagai rawan tinggi,. Lalu 80 kabupaten/kota lainnya rawan rendah.
Koordinator Divisi Pencegahan Parmas dan Humas, Bawaslu Kabupaten Jepara, Arifin mengatakan meski berstatus kategori sedang atau rendah, namun pihaknya tetap akan melakukan upaya maksimal dalam upaya pencegahan pelanggaran Pemilu 2024. Sebab masih ada potensi potensi pelanggaran yang bisa terjadi dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.
“Karena basis data tersebut adalah pemilu terakhir. Jadi untuk potensi masalah baru yang belum bisa teridentifikasi masih ada. Maka perlu kita melakukan mitigasi dan pencegahan sebanyak mungkin,” kata Arifin di sela-sela kegiatan Sosialisasi Pengawasan Pemilu Partisipatif di Hotel D’Season, Selasa (20/12/2022).
“IKP semacam manajemen resiko. IKP disusun sebagai langkah antisipasi agar tidak terjadi ledakan permasalahan di daerah,” jelasnya.
Pada IKP tersebut, Jepara memiliki skor keseluruhan 20,8, dari rata rata empat dimensi yang terdiri dari dimensi sosial politik dengan skor 10,4, Penyelenggaraan Pemilu 47,2, kontestasi 0, serta partisipasi 0. Semakin tinggi skor keseluruhan maka semakin tinggi tingkat kerawanannya.
Dari empat dimensi yang diukur dalam indeks tersebut, dimensi penyelenggaraan pemilu menjadi dimensi paling tinggi dalam mempengaruhi terjadinya kerawanan pemilu. Dimensi penyelenggaraan pemilu ini lebih tinggi konstribusinya terhadap potensi lahirnya kerawanan pemilu dibandingkan tiga dimensi lainnya, yakni dimensi konteks sosial politik, dimensi kontestasi, dan dimensi partisipasi politik.
Di tingkat kabupaten/kota, dimensi penyelenggaraan pemilu juga menjadi dimensi paling tinggi dalam mempengaruhi lahirnya kerawanan pemilu dengan skor 42,22. Dimensi ini diikuti oleh dimensi konteks sosial politik yang berada di skor 31,13. Selanjutnya dimensi kontestasi dengan skor 26,22 dan terakhir dimensi partisipasi politik dengan skor 3,83.
Arifin menambahkan besarnya konstribusi dimensi penyelenggaraan pemilu terhadap potensi terjadinya kerawanan di pemilu ini tidak lepas dari subdimensi yang ada di dalamnya. Setidaknya ada lima sub dimensi.
“Dalam dimensi penyelenggaraan pemilu, yakni hak memilih, pelaksanaan kampanye, pelaksanaan pemungutan suara, ajudikasi dan keberatan, dan pengawasan pemilu,” terangnya.
Dari kelima subdimensi ini, sebagian di antaranya tercatat paling banyak melahirkan masalah atau pelanggaran. Salah satunya adalah subdimensi ajudikasi dan keberatan serta ada di subdimensi pelaksanaan pemungutan suara.
“Pada dimensi penyelenggaraan pemilu juga menangkap potensi adanya penyelenggara pemilu yang menunjukan sikap keberpihakan. Subdimensi ini tentu tidak bisa dilepaskan dari upaya menguatkan profesionalitas penyelenggara pemilu,” tandasnya.